Kebijakan
Obama dengan menaikkan jumlah pajak bagi mereka yang berpenghasilan
tinggi memang menimbulkan pro dan kontra. Uniknya, dulu, ketika
kebijakan yang sama muncul, lebih banyak kontra yang mayoritas muncul
dari kalangan elit Amerika. Akan tetapi, pro terhadap kebijakan ini
ternyata mendapat dukungan dari sebagian para pengusaha elit. Kelompok
ini menamakan diri mereka dengan sebutan Patriotic Millionaires dengan
slogan mereka “put our country ahead of politics” (kedepankan
kepentingan bangsa daripada politik). Kebijakan yang diberi nama Buffet
Rules mendapat dukungan sekitar 73% rakyat Amerika menurut sebuah hasil
survei. Di sisi lain, ada juga konglomerlat yang berkeberatan dengan
kebijakan tersebut dan berencana untuk dan ada yang sudah memindahkan
bisnis ke regional yang memiliki aturan pajak yang lebih ringan.
Masih
terekam juga dalam memori kita mengenai gerakan Tea Party di Amerika;
sebuah gerakan populis yang ditengarai sebagai sebuah gerakan yang
menentang kenaikan pajak. Gerakan yang didominasi kalangan tua dan
konservatip ini mendapat sambutan yang cukup kuat di Amerika Serikat.
Namun, sangat disayangkan sifat gerakan “populis” Tea Party yang mereka
dengungkan pada akhirnya hanya menjadi bagian dari koalisi Partai
Republik. Perbedaan signifikan gerakan ini dengan gerakan pendudukan
Wall Street terletak di ranah ideologi.
Tea
Party dapat diketegorikan sebagai gerakan konservatip, libertarian,
cenderung rasis, anglosentris, elitis dan condong fanatik terhadap agama
tertentu. Sedangkan Occupy Wall Street masuk dalam kategori kiri
cenderung bervisikan paham anarcho; sebuah gerakan dengan pola
kepemimpinan komunal. Akan tetapi, gerakan terakhir menganggap gerakan
mereka bukanlah bagian dari ideologi manapun karena klaim yang
didengungkan merupakan gerakan populis-anarcho; sebuah gerakan kesadaran
dan pencerahan dengan tujuan perbaikan atas sistem yang gagal dan
memposisikan diri mereka bukan sebagai bagian dari Republik maupun
Demokrat.
Fenomena
ini akibat dari semakin menurunnya citra pemeritah; kampanye perang
melawan terorisme yang terlalu membabi buta yang tidak hanya menyedot
devisa negara tapi juga membengkaknya hutang negara; sebesar $14
triliun. Rakyat Amerika pun akhirnya sadar, jauh paska tragedi 911,
kampanye anti terorisme hanyalah sebuah strategi belaka perburuan energi
dan akumulasi capital dalam industri militer. Di tambah lagi, kegagalan
dalam menangani bank-bank bermasalah yang berujung pada krisis keuangan
di tahun 2008 membuat muak rakyat Amerika.
Berdasarkan
beberapa sumber, Adbusters yang memberikan seruan pertama di
pertengahan Juli, dan juga memproduksi poster seksi seorang balerina
berdiri di atas seekor patung Kerbau dan polisi anti huru-hara sebagai
latar belakangnya. Adbuster adalah sebuah organisasi non profit,
anti-konsumeris, pro-lingkungan yang didirikan di tahun 1989 oleh Kalle
Lasn dan Bill Schmalz di Vancouver, British Columbia, Canada. Lembaga
ini merupakan sekumpulan jaringan seniman dunia, aktivis, penulis,
mahasiswa, pendidik/guru, entrepreneur yang menginginkan kemajuan
gerakan aktivis sosial baru di era informasi.
Perencanaan
dan implementasi gerakan pendudukan Wall Street melibatkan banyak figur
dan pihak. Salah satunya adalah Alexa O’Brien, seorang ahli strategi
kreasi IT berbasis utama di internet yang melakukan banyak kerja-kerja
lapangan di awal dan tweeting. Lebih banyak lagi figur tanpa nama
(anonymous) yang bergabung di akhir Agustus. Di New York, sebagian besar
perencanaan dilakukan oleh orang-orang yang terlibat di Rapat Umum Kota
New York meliputi sekumpulan aktivis, artis, dan pelajar/mahasiswa yang
pertama kali dipertemukan oleh kawan-kawan yang selama ini terlibat
dalam Gerakan New Yorker Melawan Pemotongan Anggaran (New Yorkers
against Budget Cuts). Dapat disimpulkan bahwa tidak ada satu orang atau
satu kelompok saja yang menjalankan Pendudukan Wall Street.
Gerakan
Pendudukan Wall Street bertujuan untuk memaksa otoritas untuk
memberikan konsensus seperti yang terjadi di Spanyol, Yunani dan Mesir
dan tidak ada yang mengetahui secara pasti berapa orang yang akan
terlibat dalam aksi ini atau bagaimana segala sesuatunya akan berubah.
Akan tetapi, para demonstran berkeyakinan jika mereka bersatu, ada
potensi untuk mentransformasikan proses politik yang korup yang gandrung
akan keuntungan materi belaka dengan proses politik masyarakat berbasis
kebutuhan manusia.
Siapa
yang menyangka setahun lalu rakyat Tunisia dan rakyat Mesir akan
menggulingkan pemerintah diktator di sana? Di Plaza Liberty, dataran
rendah Manhattan, ribuan orang berkumpul tiap hari untuk berdebat,
berdiskusi dan mengorganisir apa yang harus dilakukan terhadap sistem
gagal yang membiarkan 400 orang berada dalam tampuk piramida masyarakat
sedangkan 180 juta sisanya berada di level bawah strata sosial. Suatu
hal yang fenomenal melihat perayaan demokrasi seperti ini dapat merubah
arah suatu kebiasaan pandangan politik dan media kepada Kepolisian Kota
New York yang menerjunkan ratusan petugas kepolisian untuk mengurung dan
mengintimidasi demontran damai dan dapat seenaknya menangkap mereka.
Meskipun
hingga sampai beberapa waktu, mereka belum menangkap seorangpun karena
menyerang atau menangkap kerumunan masa damai yang berkumpul di tempat
umum dan meneriakkan demokrasi ekonomi sejati, bukan demokrasi politik
an sich akan mengangkat kembali derita lama sejarah para otokrat arab
yang secara brutal memperlakukan rakyat yang menginginkan keadilan,
sebelum mereka luluh lantah pada momentum Arab Spring. Munculnya fakta
kekerasan sudah berimbas balik kepada pemerintah setelah polisi
menyerang parade hari Sabtu di Plaza Liberty dan menyebabkan semakin
membludaknya kerumunan masa dan bertambahnya ketertarikan media.
Rapat
Umum NYC benar-benar sangat jelas dengan tujuan; tidak dengan
mengajukan berkas UU atau memulai revolusi, akan tetapi lebih pada
membangun suatu jenis pergerakan baru. Pendudukan ini diharapkan dapat
membangkitkan rapat-rapat umum serupa di seluruh kota dan di seluruh
dunia yang akan menjadi basis baru bagi pengorganisasian politik melawan
pengaruh luar biasa uang korporasi. Pendudukan Wall Street telah
berhasil mengungkap bagaimana koorporasi, para politisi, media masa, dan
polisi gagal memberikan hal positip bagi kemanusiaan. Para pemimpin di
Amerika Serikat hanya mampu memberikan harapan akan menaikkan pajak yang
tinggi bagi mereka yang notabene hanya satu potong kue kecil dari
penghasilan mereka tiap tahunnya.
Gerakan
yang dimulai bulan lalu oleh segelintir pemuda dengan mendirikan tenda
di depan Bursa Efek New York, telah meluas menjadi gerakan berskala
nasional. Sebuah gerakan lintas batas yang melibatkan beberapa aktivis,
mahasiswa, serikat pekerja, dan buruh yang dipecat dari perusahaan. Aksi
ini juga menyebar ke Philadelphia, Salt Lake City, Los Angeles, dan
Anchorage, Alaska.
Para
demonstran kecewa dengan mengkritik kurang ngototnya Presiden Obama,
Obama dianggap gagal menindak bank-bank setelah krisis hipotek tahun
2008 yang menyebabkab krisis keuangan. Para aktivis menyatakan frustrasi
mereka yang mendalam atas kebuntuan politik Washington yang didominasi
Demokrat. Sebagian lain menyalahkan Republik karena memblokade reformasi
yang ingin dilakukan Obama. Para demontran menganggap tidak ada
perbedaan antara George Bush dan Barack Obama, mereka memandang kondisi
kelas menengah jauh, sekarang ini, lebih buruk daripada saat Obama
terpilih. Para demonstran beranggap bahwa sistem di Amerika Serikat
sudah rusak. Lebih dari 25 juta penduduk menganggur; lebih dari 50 juta
hidup tanpa asuransi kesehatan; kemungkinan besar juga 100 juta berada
dalam kategori miskin.
Mereka
beranggapan seluruh bagian hidup mereka, mulai dari sistem kesehatan,
pendidikan dan pekerjaan mereka hanya menambah kerakusan dan nafsu makan
para kapitalis. Hal inilah yang menyebabkan semakin banyak orang
bergabung dengan gerakan ini. Mereka yang berkeluh kesah kehilangan
rumah mereka, menganggur tidak ada pekerjaan, gaji yang mencekik leher,
membekaknya hutang demi sebuah cita cita mendapatkan pendidikan yang
ideal dan hidup dalam kondisi kesehatan di bawah standar. Ini adalah
fakta dan potret generasi Amerika yang dipaksa percaya kepada sistem
yang mengkhianati mereka dan memaksa mereka melakukan rapat umum di
wilayah publik Manhattan.
Rapat Umum telah menjadi badan pembuat keputusan de facto bagi pendudukan di Plaza Liberty, hanya beberapa blok ke utara Wall Street. Rapat Umum merupakan suatu sistem berdasarkan modifikasi konsensus yang horizontal, otonom, tanpa pemimpin, yang berakar dari pemikiran anarkis, dan ia serupa dengan berbagai rapat-rapat umum yang telah mendorong pergerakan sosial belakangan ini di seluruh dunia, di tempat-tempat seperti Argentina, Tahrir Square Mesir, Puerta del Sol Madrid, dll.
Berjuang
untuk suatu konsensus memang benar-benar sangat sulit, membuat
frustasi, dan sangat lambat. Tapi rakyat yang melakukan pendudukan
terlihat sabar dalam melakukan perjuangannya. Seringkali mereka akhirnya
baru dapat tiba pada konsensus terhadap beberapa isu, setelah
berhari-hari mencoba dan perasaan dan semangat yang muncul setelah itu
rasanya luar biasa. Energi luar biasa selalu memenuhi plaza menyelimuti
ratusan orang yang penuh semangat, berjiwa pemberontak, orang-orang yang
kreatif, yang semuanya menuju satu kata; perubahan sosial.
Pada
mulanya, seruan awal Adbusters bertemakan “Apakah tuntutan kita?”
Secara teknis, ketika itu, belum ada tuntutan apapun. Di minggu-minggu
menuju 17 September, Rapat Umum Kota New York tampaknya
mentransformasikan arah gerakan mereka dari ranah “tuntutan,”
berdasarkan kondisi lembaga-lembaga pemerintah yang telah begitu
dicekoki dengan uang korporasi sehingga membuat tuntutan-tuntutan
spesifik menjadi tidak signifikan dan menunggu sampai pergerakan tumbuh
menjadi lebih kuat secara politik. Malahan, untuk memulainya, mereka
memilih membuat tuntutan menjadi pendudukan itu sendiri—walhasil, peseta
demokrasi langsung terjadi di sana yang hasilnya bisa jadi, atau tidak,
berupa tuntutan yang spesifik di kemudian hari.
Tindakan
ini sebenarnya juga suatu pernyataan sikap yang kuat melawan korupsi,
dimana Wall Street sebagai perwujudannya. Namun karena pemikiran yang
muncul seringkali terlalu masif akibat banyaknya pertanyaan dari media
massa Amerika mengenai tuntutan, terkadang membuat situasi gamang dan
cair. Saat ini, Rapat Umum sedang menentukan bagaimana dapat melahirkan
konsensus mengenai penyatuan tuntutan walaupun pemersatuan tuntutan dari
gerakan ini sangat sukar untuk dilakukan. Akan tetapi, dialektika yang
terjadi seperti diskusi intensip menarik untuk dicermati apalagi jika
artikulasi dari gerakan ini mengarah pada ranah politik, entah menyatu
dengan mainstream yang ada ataupun mendirikan kendaraan politik
tersendiri.
Paska
ajakaan awal Adbusters, diperkirakan sekitar 20.000 orang membanjiri
Distrik Keuangan pada 17 September. Sepersepuluh dari angka yang
disebut, diperkirakan hadir di sana. Kekuatan social network yang masif
‘menggempur’ media sosial, organisasi progresif tradisional, seperti
serikat buruh dan kelompok-kelompok cinta damai, dan individu-individu
yang merasa tidak nyaman dengan kondisi kehidupan mereka pun ikut
terlibat dalam aksi tersebut. Memang banyak tantangan yang terjadi pada
minggu-minggu pertama, namun, dengan penahanan yang terjadi hampir
setiap hari, membuat wajah-wajah baru terus berdatangan, sementara
mereka yang terjaring aparat dapat waktu untuk istirahat. Peliputan
media setelah penahanan massal pada Sabtu 24 September kemudian serangan
polisi, dan kemungkinan karena brutalitas polisi membuat lebih banyak
orang datang.
Menurut
seorang profesor sejarah Universitas Georgetown dan penulis American
Dreamers, Sejarah Sayap Kiri. Obama sebetulnya bisa mengambil sikap
tegas, jauh lebih populis, agresif di awal melawan "bonus-bonus" Wall
Street, menuntut perubahan tertentu dengan membantu bank. Akan tetapi
dia tidak melakukannya yang berujung pada kondisi ekonomi yang belum
juga membaik dan menggarisbawahi rasa frustrasi baik dari kalangan kanan
dan kiri.”
Menarik
untuk diperhatikan bahwa gerakan ini didukung oleh Partai Demokrat di
sana. Ini bukan suatu hal luar biasa melihat kuatnya genggaman lobby
Israel di Kongres yang selalu merongrong dengan lobbyist mereka untuk
menggolkan kepentingan-kepentingan mereka di Amerika maupun global.
Secara umum, masyarakat Amerika menyalahkan administratip sebelumnya;
George W Bush, karena telah banyak merugikan rakyat Amerika demi
perburuan energi yang membabi buta serta skandal likuiditas perusahaan
investasi yang menguras habis devisa dan dana reserve mereka. Di situasi
yang mencekik leher seperti ini, gerakan Demokrat untuk pendudukan Wall
Street adalah suatu tindakan politik strategis tidak hanya untuk
sekedar mencari nafas dari beragam persoalan yang mereka hadapai
sekarang. Akan tetapi juga sebagai, tindakan kick back dengan
mengkambing hitamkan partai Republik secara tidak langsung. Akan tetapi
mereka, tidak peduli dengan dukungan dari pihak manapun yang masih
bernoda dan beraroma mainstream lama.
Melihat
kondisi bangsa Indonsesia dengan sistem kleptokrasinya sangat yang
sudah sangat menggurita ini, mungkinkah gerakan serupa bisa terwujud di
sini? apakah kita harus menunggu sampai negara kita mendapat label
negara gagal di kancah global? apakah wacana pembentukan pemerintahan
tandingan merupakan pra kondisi menuju kesana? atau, teringat dengan
ucapan seorang sahabat, apakah kita harus menunggu "shopping nasional"
datang dulu? bukankah kita sudah muak dengan proses politik korup dan
praktik korupsi yang "gila-gilaan?." Apakaha harus ada Adbuster a la
Indonesia?
Wallahu a'lam,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar